Ketika hidup memberi lemon.



"Everyone has scars. We just don't all wear them on the outside."


Diceritakan atau tidak diceritakan, setiap manusia ada struggle masing-masing. Hidup di dunia, seperti satu ayat yang saya suka dalam buku Amok Imago, "...bukanlah untuk menyeronokkan kita." Namun saya selalu kagum dengan individu yang tetap teguh menempuh hidup walau dihadapkan dengan pelbagai episod duka dan luka. Cerita-cerita Cyntha Hariadi membawakan cerita tentang individu-individu ini. Tentang manusia dengan rasa sedih, sakit, kehilangan dan perasaan yang terhempas namun mereka tetap memilih untuk bangkit. 



 Ke Planet Lain Bersama Aluna

Tentang seorang ibu yang merasakan jarak emosional antara dia dan anaknya, Aluna, setelah si anak mula aktif terlibat dengan kegiatan-kegiatan perlawanan memperjuangkan feminisme. Si ibu yang berfikiran konvensional suatu hari diajak Aluna yang hadir dalam mimpinya untuk mengembara ke sebuah planet di mana wanita bebas menentukan jalan takdirnya sendiri, bebas dari stereotip gender, bebas dari diancam keselamatan, bebas dari patriarki. Sebuah planet yang aman buat wanita.

"Inikah rasanya menerima diri dan diterima orang lain? Di sini, tak ada orang yang bertanya aku siapa, dari mana, ngapain di sini. Yang mereka tanyakan, aku butuh apa. Alangkah sederhana dan berguna. Kebaikan tiada tara. Inikah bumi Aluna? Aku menyukainya." - ms.18

 

Terasa seperti dibawa ke alam mimpi dan ilusi, cerpen ini membicarakan tentang jurang perbezaan antara kehidupan wanita yang terbentuk dari patriarki dan kehidupan wanita bersama feminisme. Mengingatkan saya pada filem Barbie (2023). Namun penulis seakan tak berpihak kepada mana-mana ideologi sebaliknya  mengkritik sikap segelintir individu yang sibuk dengan perang ideologi ini. 

"Zaman sekarang informasi disama-samakan dengan pengetahuan; media sosial dengan edukasi. Tahu segala tapi nggak kritis, woke tapi lelah mental kerana marah-marah terus, sibuk tapi lupa diri sendiri." - ms.9 

 

"Dia malu ketahuan sedih. Aku tidak." - ms. 21 

 

"Otakku mungkin cetek, tapi jernih sampai nampak kerikil-kerikil dan lelumutnya. Aku tak malu pada kelemahan-kelemahanku namun tak bangga pada kecemasan-kecemasanku. Banyak yang kupikirkan dan tak kukatakan, apalagi tak ada yang tanya." - ms. 4 

 

Walau wujud jarak emosional dalam hubungan antara dua beranak ini, si ibu tetap dengan naluri keibuannya, tetap berpegang pada kenangan indah yang pernah ia alami bersama putrinya. 



 Coco de Mer

Berlatarkan pandemik, cerpen  yang mengingatkan saya pada filem The Pink Cloud (2021) yang ditonton tahun lepas. Ketika hubungan sepasang suami isteri selesai melewati fasa 'honeymoon' mereka, konflik mula bermunculan satu persatu yang memaksa pasangan ini untuk berhadapan dengan sisi kekurangan dan ketaksempurnaan diri masing-masing. Dan bagaimana dalam sebuah institusi perkahwinan, pihak wanita seringkali menjadi insan yang lebih banyak berkorban tenaga berbanding lelaki dalam  menguruskan keluarga. 

"Anti harus berjuang mempertahankan pekerjaan dan kesehatan diri dan anaknya. Akan banyak perusahaan yang memberhentikan pegawai kerana melambannya pergerakan ekonomi. Anti tidak akan membiarkan pekerjaan rumah dan mengurus anak membuatnya lengah dalam pekerjaan kantor. Sangat sulit tapi bukan tidak mungkin." - ms. 41


 

Mimi Lemon

"Kami seperti hidup dalam selembar kartu pos, yang disebaliknya tertulis pesan peringatan: Jangan ganggu, putri tidur ini bisa mengirimkan lahar dan abu panas ke dalam rumahmu! Namun, hidup tidak bisa dijalani berdasarkan ketakutan saja. Sama saja dengan melupakan segala kebaikan dan berkat yang telah kita nikmati selama ini. Kami pun menjalani hidup seperti biasa, meskipun gempa selalu mengintai." - ms. 46

 

Cerpen  paling menyentuh  dalam buku ini. Kisah tentang kehilangan demi kehilangan yang dialami seorang wanita bermula dari haiwan peliharaan yang disayangi, anak angkat yang dijaga sejak bayi sehinggalah suami yang dikasihi. Gunung berapi Batukara yang tak jauh dari rumahnya ternyata bukanlah hal paling  menakutkan berbanding takdir Tuhan yang selalu punya cara tersendiri untuk mengambil dan memisahkan seseorang yang disayangi dalam hidup. 




Lusia et ses Enfants

"Tak hanya tak takut bikin kesalahan, Lusia juga menyambut kesedihan dengan gembira. Aku iri padanya." - ms. 94


"Tak pernahkah kau sedih, Lusia."

 

"Hidup ini sudah menyedihkan, tapi kita jangan." - ms. 95 
 

Seorang wanita yang ghairah menjalani hidup seringkali menjadi sandaran buat orang lain untuk belajar bagaimana menjalani hidup dengan indah. Namun ketabahan tak lahir dari kisah hidup yang indah. Manusia dewasa lewat keparahan hati. Seperti Lusia, hidup tetap akan baik-baik saja. 



Holy Orange Bottle

Holy Orange Bottle disebut dalam lirik lagu Taylor Swift, Soon You'll Get Better, lagu yang didedikasikan buat ibunya yang menghidap kanser. 


"Mama tahu hampir semua yang terjadi dalam hidupku." - ms. 151

 

Cerpen  menyentuh tentang hubungan seorang remaja bernama Sonya bersama ibunya yang cukup rapat namun teruji ketika si ibu didiagnosis menghidap kanser. Di sisi lain, pembaca turut  mengikuti kisah seharian Sonya di sekolah, tentang kawan-kawan dan bagaimana dia menemukan cinta pertamanya. Rasa pilu menyedari kondisi si ibu semakin kritikal berselang seli dengan perasaan hangat yang hadir dari kisah cinta remaja membuatkan cerpen ini cukup menarik dibaca. Sonya tetap menjalani hari dengan keyakinan bahawa ibunya akan sembuh. 

"Kematian bukan urusan kita. Tugas kita hidup." - ms. 158


Formula 44


"Neneng tidak mau lancang bertanya walaupun sampai sekarang ia tak habis pikir mengapa perempuan semenarik, sebaik dan sepintar Julia hidup sendiri. Hidupnya seperti dihabiskan untuk bekerja, namun Neneng tak pernah melihatnya bersedih, kecuali sedang menonton film-film drama zaman perang." - ms. 104

 

"Neneng sangat suka anak kecil, Julia tidak pernah membicarakannya. Neneng meleleh melihat barang-barang mungil, lembut dan mengemaskan itu, Julia cuma tersenyum. Kalau Neneng bercerita tentang keponakan bayinya di kampung atau tingkah nakal tapi lucu anak-anak, Julia cuma ikut tertawa. Tak ada tanggapan." - ms. 104-105

 

Ini antara cerpen kesukaan saya. Watak Julia digambarkan   sebagai seorang wanita yang tak ekspresif dan penyendiri. Seseorang yang digambarkan tak berminat mengambil peduli tentang orang lain sehinggalah beberapa peristiwa dalam cerpen ini memperlihat sisi lain diri Julia yang tak diketahui pembantunya. 



Bella Biutiful 


"Satu hal yang amat aku takuti. Aku takut diam. Sepi memaksaku untuk merasa. Berpikir membuatku kuat, merasionalisasi, menjustifikasi, mendebat, sedangkan merasa bisa melumpuhkanku. Memaksaku berhadapan dengan akibat keputusan-keputusan yang seharusnya tak kuambil." - ms. 207

 

Cerpen yang membawakan dua sudut pandang, seorang majikan (Lisa) dan pembantunya (Ida). Suara hati Lisa mengungkapkan rasa bersalah atas keputusan yang diambilnya  menyebabkan Ida terpaksa menanggung akibat dari sikap egonya sebagai majikan. Namun suara hati Ida mengungkapkan hal yang berbeza. Tanpa rasa benci atau sedih pada sesiapa, Ida melihat dirinya menjadi wanita yang merdeka dari segala beban yang ditanggungnya sekian lama. 

Saya suka bagaimana cerpen ini membawakan konflik yang seringkali terjadi dalam hubungan antara pembantu dan majikan.  Majikan yang tersepit antara memenangkan rasa ego atau harus bertimbang rasa. Namun akhirnya tiada siapa yang benar-benar dapat  mengetahui apa yang  dirasai oleh orang lain. 



Ikatan


"Dia orang paling baik, paling sukses, paling terhormat, tapi dia juga yang mampu melakukan perbuatan paling murtad."- ms. 129

 

Cerpen yang paling digemari dalam buku ini. Satu-satunya cerpen yang membawakan sudut pandang seorang lelaki dengan plot yang menarik. Kisah  Ihsan/Pak Ihsan yang menjadi pemandu  kepada sepasang suami isteri hartawan, Pak Sam dan Ibu Ana. Pembaca dibawa mengenali lebih dekat karakter dua pasangan ini termasuk kehidupan peribadi mereka sehari-hari dari sudut pandang seorang pemandu. Tiada yang aneh atau luar biasa, hanyalah kehidupan seharian pasangan hartawan yang bahagia dan mewah. Ketika sesuatu yang tak terduga terjadi, Ihsan yang menjadi saksi kebenaran yang dirahsiakan berasa dirinya memiliki suatu ikatan kuat terhadap keluarga ini. 







Manifesto Flora


Ini bukan karya pertama Cyntha Hariadi yang saya baca. Karya pertamanya Manifesto Flora antara kumpulan cerpen kesukaan saya tahun 2018. Dari kesemua cerpen dalam buku ini, saya suka bagaimana penulis  menyajikan pembaca dengan pelbagai konflik domestik yang terasa dekat dengan kehidupan. Tentang kesedihan yang tak selalu disebabkan hubungan percintaan, masalah kewangan mahupun pekerjaan. Ada banyak hal lain yang boleh membuatkan rasa sedih hadir tiba-tiba. Ada hal-hal yang terjadi walaupun kecil memunculkan rasa gelisah dan membuat perasaan manusia menjadi tak tenteram. Inilah rasa kehidupan, rasa yang menjadikan kita insan. 




Tips baca buku yang  bermain dengan emosi (seperti yang disarankan penerbit Post Santa): pembaca perlu membacanya satu-satu, meletakkannya dan mencerna emosi yang ditimbulkan dalam satu cerita dulu sebelum melanjutkan dan menyelesaikannya. 

Comments

Post a Comment